Admin
18 Maret 2025
KEJAKSAAN NEGERI BLORA
Duka masih menyelimuti keluarga Sumar, korban kecelakaan crane di proyek pembangunan RS PKU Muhammadiyah Blora.
Selain harus menghadapi kondisi suaminya yang mengalami luka serius, Listiana, istri Sumar, juga kebingungan memikirkan biaya pendidikan kedua anaknya.
Padahal, sebelumnya ada janji bantuan beasiswa pendidikan dari berbagai pihak, termasuk Muhammadiyah dan Pemerintah Kabupaten Blora.
Namun, hingga kini, bantuan tersebut belum juga terealisasi.
Sumar mengalami luka parah akibat insiden jatuhnya crane pada 17 Maret lalu.
Hasil rontgen menunjukkan patah tulang di beberapa bagian tubuhnya, termasuk tulang kaki, tulang belakang, dan tulang rusuk.
Kondisi ini membuat Sumar tidak bisa bekerja untuk sementara waktu, bahkan mungkin dalam jangka panjang.
"Suami saya belum bisa beraktivitas normal. Dokter bilang butuh waktu lama untuk pulih," ujar Listiana, ditemui di kediamannya di Desa Purworejo, Kecamatan Blora Kota.
Listiana kini harus menanggung beban ganda. Selain merawat suaminya, ia juga harus memikirkan biaya pendidikan kedua anaknya.
istiana kini harus menanggung beban ganda. Selain merawat suaminya, ia juga harus memikirkan biaya pendidikan kedua anaknya.
Anak pertamanya mondok di Pesantren Khozinatul Ulum Blora, sedangkan anak kedua masih duduk di bangku kelas 6 SD dan akan segera lulus.
Saya bingung, bagaimana nanti biaya sekolah mereka. Uang saku, bayar sekolah, bayar pondok, semua butuh uang. Saya tidak punya penghasilan," keluhnya.
Listiana mengaku sempat membayar biaya pendidikan anaknya yang mondok sebesar Rp 700 ribu bulan lalu.
Namun, ia tidak tahu bagaimana caranya memenuhi kebutuhan pendidikan anak-anaknya ke depan.
"Sekarang saya tidak bisa bekerja karena fokus merawat suami. Uang yang ada sudah habis untuk biaya hidup dan pengobatan," tambahnya.
Sejak insiden kecelakaan, Listiana mengaku telah menerima beberapa bantuan tunai, seperti uang makan Rp 1 juta, biaya perawatan di Solo Rp 3 juta, bantuan dari Baznas Blora Rp 1 juta, dan bantuan dari RS PKU Rp 2 juta.
Namun, bantuan tersebut hanya bersifat sementara dan tidak mencukupi kebutuhan jangka panjang, terutama untuk biaya pendidikan anak-anaknya.
"Yang saya tahu, bantuan itu hanya untuk biaya hidup dan pengobatan. Sampai sekarang, saya belum menerima beasiswa pendidikan yang dijanjikan.
Baik dari Muhammadiyah maupun pemerintah setempat," ujar Listiana. Ia berharap janji bantuan tersebut segera direalisasikan agar masa depan anak-anaknya tidak terancam.
Selama proyek pembangunan RS PKU masih berlangsung, Listiana masih menerima gaji mingguan suaminya sebesar Rp 520 ribu atau sekitar Rp 85 ribu per hari. Namun, gaji ini hanya akan berlangsung hingga proyek selesai.
"Setelah proyek selesai, saya tidak tahu lagi harus dapat uang dari mana. Apalagi suami saya belum bisa bekerja," ujarnya.
Listiana berharap ada perhatian lebih dari pihak terkait, terutama dalam hal pemenuhan kebutuhan pendidikan anak-anaknya.
"Saya hanya ingin anak-anak saya bisa terus sekolah. Mereka adalah masa depan kami. Tolong bantu kami," pintanya.
Ia juga meminta agar bantuan yang diberikan tidak hanya bersifat sementara, tetapi juga berkelanjutan.
"Kami butuh kepastian, bukan sekadar janji. Apalagi kondisi suami saya masih belum pulih," tambah Listiana.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari Muhammadiyah maupun Pemerintah Kabupaten Blora terkait realisasi beasiswa pendidikan untuk anak-anak korban kecelakaan crane.
Masyarakat setempat berharap agar pihak-pihak terkait segera mengambil langkah konkret untuk membantu keluarga Sumar.