Admin
17 Maret 2025
KEJAKSAAN NEGERI BLORA
Kabupaten Blora kerap melahirkan penulis hingga sastrawan. Dari Tirto Adhi Soerjo, Mas Marco Kartodikromo, hingga Pramoedya Ananta Toer. Kini, ada sastrawan muda Welda Sanavero. Ia telah terbitkan empat buku.
WELDA Sanavero kembali berikan warna pada dunia sastra Indonesia. Perempuan asal Kabupaten Blora itu telah melakukan pre-launching salah satu karyanya yaitu The Sounds of Silence di Bandung, Selasa lalu
Untuk kali pertamanya, buku tersebut didiskusikan secara kritis dan kreatif di Indonesia oleh Kurator Bandung Berpuisi, Bob Anwar dan Komuji Indonesia. Diketahui, buku tersebut merupakan kumpulan puisi modern berbahasa Inggris yang dibukukan dan telah rilis di World Book Fair 2024 lalu oleh Paper Town Publishing, Kolkata, India.
Sedangkan di Indonesia baru rilis dalam bentuk e-book. Welda Sanavero mengatakan, The Sounds of Silence merupakan debut karyanya pada genre puisi. Sebab, selama ini ia konsisten menulis dengan genre prosa dan cerpen.
’Selama sepuluh tahun ini saya berkutat pada genre prosa dan cerpen. Saya sangat beruntung atas kesempatan ini, dan bangga pada ruang-ruang kritik sastra seperti Komuji Indonesia, tanpa itu, karya sastra hanya akan jadi cerita dan berhenti,” ungkapnya.
Ia juga menjelaskan, tajuk Silence atau keheningan dapat diterima oleh teman-teman pembaca dari berbagai latar belakang. Sebab, dalam buku tersebut menjelaskan tentang kesenjangan sosial, politik, dan tubuh perempuan.
’’Tajuk keheningan ini menjadi concern buat saya di tengah transisi pemerintahan yang mengacak aduk cara berpikir kita semua. Polarisasi terjadi di sana dan di sini. Tawaran untuk mengheningkan diri bukan bentuk keterasingan, tapi sebagai collecting energies untuk kembali menguatkan sikap dari dalam diri secara hakikat sebagai manusia,” jelas perempuan asal Desa Jiworejo, Kecamatan Jiken itu.
’Hubungannya terhadap Tri Hita Kirana; Manusia dengan manusia lain, manusia dengan alam, manusia dengan Yang Maha Kuasa,” tambahnya. Ia bersyukur, karyanya tersebut hadir tepat di tengah-tengah ketidakpastian kebijakan pemerintah yang membawa dilema banyak orang.
’’Antusiasme teman-teman skena musik, sastra, para ASN juga turut hadir dan juga kawan komunitas teater menjadi daya lain dalam perjalanan saya memahami karya ini juga,” terang perempuan kelahiran 1995 itu.
Sementara itu, Kurator Bandung Berpuisi Bob Anwar akui terkesima dengan karya milik Sanavero tersebut. Dia menyampaikan, puisi berjudul Misery of October dalam buku The Sounds of Silence membuat dirinya tercenung.
’’Dalam puisinya terdapat kalimat I have been on the inhumane cycle of becoming generalized, all are right on their side (Aku telah berada dalam siklus tak manusiawi menjadi sesuatu yang digeneralisasi, semua benar di sisi mereka),” ujar lulusan magister Sastra Dunia Nalanda University, India tersebut.
’’Saya tercenung tentang betapa sering kita menerjemahkan dunia hanya dari sudut pandang kita dan menganggap diri kita benar karena, toh, semua orang juga begitu,” imbuhnya.
Ia menilai, bukankah itu juga yang dikeluhkan Paul Simon. ’’People talking without speaking, people hearing without listening (Manusia-manusia yang tak benar-benar saling berbicara dan mendengarkan),” tambahnya.
Ia juga mengatakan, The Sounds of Silence bukan hanya berdiri sebagai karya. Namun, juga sebagai praktik sosial. ’’Ini bukan hanya menyuarakan penindasan, tapi juga membuka jalan untuk membebaskan diri darinya. Puisi-puisinya menjadi apa yang Rifaterre mungkin akan sebut sebagai teks produktif atau eks yang tak hanya diproduksi oleh konteks sosialnya, tetapi juga memproduksi konteks baru,” jelasnya.