Admin
17 Maret 2025
KEJAKSAAN NEGERI BLORA
Nama Kiai Usman mungkin tidak setenar tokoh-tokoh ulama besar seperti Kiai Hasyim Asy ari atau Kiai Wahab Hasbullah.
Namun, kiprahnya dalam perjuangan kemerdekaan, dakwah Islam, dan organisasi keagamaan layak dikenang sebagai bagian dari sejarah bangsa.
Kiai Usman, pendiri Pondok Pesantren (Ponpes) Assalam Cepu pada 1917, adalah sosok multidimensi: dai, pejuang, organisatoris, dan intelektual Islam yang karyanya masih dicari hingga kini.
Kiai Usman memulai perjuangannya dengan mendirikan Ponpes Assalam, yang awalnya bernama Madrosatus Salam.
Ponpes ini menjadi pusat pendidikan dan dakwah Islam di Cepu, sebuah kota yang saat itu dikenal heterogen dan penuh dinamika sosial.
"Pondok ini menjadi tempat dakwah, ngaji, dan mengajar. Kakek (Kiai Usman) melakukannya secara rutin," kata Kiai Anief, cucu Kiai Usman yang kini meneruskan estafet kepemimpinan Ponpes Assalam.
Awalnya, bangunan pondok terbuat dari papan kayu dengan lantai geladak. Meski sederhana, Ponpes Assalam menjadi saksi bisu perjuangan Kiai Usman menyebarkan ajaran Islam.
Bahkan, lokasi pondok yang dahulu dikenal sebagai area lokalisasi prostitusi berhasil diubah menjadi pusat kegiatan keagamaan.
"Kakek mampu mengubah wajah tempat ini menjadi pusat ilmu agama," tambah Kiai Anief.
Kiai Usman tidak hanya aktif dalam dakwah, tetapi juga dalam organisasi keagamaan. Ia tercatat sebagai pendiri Nahdlatul Ulama (NU) cabang Cepu, yang menjadi cabang pertama di luar Jawa Timur.
Kiprahnya ini diakui oleh tokoh-tokoh NU, termasuk Kiai Mustofa Bisri (Gus Mus) dari Rembang. "Kiai Usman adalah pelopor NU di Cepu. Ia juga menjadi Ketua Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) di daerah ini," jelas Kiai Anief.
Tak hanya itu, Kiai Usman juga terlibat langsung dalam perjuangan kemerdekaan.
Ia menjadi salah satu delegasi yang menandatangani Resolusi Jihad pada 22 Oktober 1945, yang digelorakan oleh Kiai Hasyim Asy ari.
Resolusi ini menjadi pemicu semangat perlawanan rakyat terhadap tentara NICA yang berusaha merebut kembali Indonesia.
Selain aktif berdakwah dan berorganisasi, Kiai Usman juga dikenal sebagai intelektual Islam yang produktif. Ia diduga menulis kitab tafsir Al-Quran, meski hingga kini naskahnya belum ditemukan.
"Kami masih mencarinya. Kiai sekelas Mbah Usman seharusnya memiliki karya tulis.
Saat ini, yang baru ditemukan adalah kumpulan doa-doa yang ia tulis," ungkap Kiai Anief.
Karya-karya Kiai Usman, termasuk catatan-catatan pribadinya, menjadi bukti keilmuannya yang mendalam.
Sayangnya, banyak dari karya tersebut belum terdokumentasi dengan baik, sehingga menjadi tantangan bagi generasi sekarang untuk melestarikannya.
Ponpes Assalam di bawah asuhan Kiai Usman telah melahirkan banyak tokoh nasional. Salah satunya adalah Mukti Ali, yang menjabat sebagai Menteri Agama pada 1971.
Tokoh militer ternama L.B. Benny Moerdani juga pernah menimba ilmu di pondok ini saat masih kecil.
"Banyak tokoh besar yang lahir dari didikan Kiai Usman. Ini membuktikan betapa besar pengaruhnya," kata Kiai Anief.
Kiai Usman meninggalkan warisan yang tidak hanya berupa fisik seperti Ponpes Assalam, tetapi juga nilai-nilai perjuangan, keilmuan, dan kepedulian sosial.
Kiprahnya dalam membangun masyarakat melalui dakwah, pendidikan, dan organisasi menjadi inspirasi bagi generasi muda.
"Kakek adalah sosok yang rendah hati, tapi kontribusinya sangat besar. Kami berusaha meneruskan perjuangannya," ujar Kiai Anief.
Tahun Berdiri Ponpes Assalam: 1917.
Peran Kiai Usman: Pendiri NU cabang Cepu, Ketua MIAI Cepu, dan penandatangan Resolusi Jihad 1945.
Tokoh yang Pernah Menimba Ilmu di Ponpes Assalam: Mukti Ali (Menteri Agama 1971) dan L.B. Benny Moerdani (tokoh militer).
Karya Tulis: Diduga menulis kitab tafsir Al-Quran dan kumpulan doa-doa.
Kisah Kiai Usman Cepu mengingatkan kita akan pentingnya melestarikan sejarah dan warisan para ulama pejuang.
Ia bukan hanya tokoh lokal, tetapi juga pahlawan nasional yang jasanya patut dikenang dan dijadikan teladan.(*)