Admin
12 November 2025
KEJAKSAAN NEGERI BLORA
Jakarta – Pelaksanaan program MBG saat ini menghadapi tantangan serius terkait pemerataan porsi yang didistribusikan melalui setiap unit pelaksana, yakni Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG). Beberapa SPPG menyampaikan bahwa alokasi porsi belum sesuai dengan kapasitas atau kebutuhan di lapangan.
Salah satu isu utama yakni adanya pembatasan kuota harian per SPPG yang ditetapkan oleh Badan Gizi Nasional (BGN), misalnya maksimal hingga 2.000–3.000 porsi per hari untuk satu dapur MBG. Regulasi ini diberlakukan agar kualitas penyajian dan keamanan pangan tetap terjaga. Namun, pelaksana di wilayah menyatakan bahwa batasan tersebut belum mempertimbangkan kondisi lokal seperti jumlah sekolah, wilayah cakupan, serta kapasitas dapur yang sudah dibangun.
Contohnya, SPPG yang telah mempersiapkan infrastruktur besar dan tenaga kerja banyak merasa bahwa porsi yang diberikan masih terlalu kecil bila harus melayani seluruh sekolah di satu wilayah. Hal ini berpotensi menimbulkan pelayanan yang tidak merata dan belum menjangkau seluruh anak yang seharusnya menjadi penerima manfaat.
Selain itu, dengan adanya kuota porsi yang terbatas, beberapa SPPG mengaku kesulitan dalam menyusun menu, distribusi dan jadwal yang efisien—termasuk pengorganisasian tenaga dapur, bahan baku, dan penjadwalan antar-sekolah. Efisiensi ini menjadi kunci agar program MBG berjalan lancar namun di sisi lain harus tetap mempertahankan mutu gizi.
Pihak BGN menanggapi bahwa pembatasan kuota ini dilatarbelakangi oleh upaya menjaga standar mutu dan keamanan, serta agar jumlah penerima manfaat tetap sesuai kemampuan dapur. Namun, mereka juga menyatakan akan terus mengevaluasi kebijakan agar alokasi porsi bisa disesuaikan dengan kapasitas dan karakteristik SPPG di setiap daerah.
Kendala distribusi porsi dalam program MBG menunjukkan bahwa aspek kuantitas dan mutu harus berjalan beriringan. Pemerataan pelayanan bergizi bagi anak-sekolah membutuhkan fleksibilitas kebijakan yang mempertimbangkan kondisi nyata di lapangan—seperti jumlah murid, kesiapan sarana dan prasarana dapur, serta kapasitas lokal. Semoga evaluasi regulasi oleh pihak terkait dapat menghasilkan mekanisme yang lebih adaptif dan kebutuhan anak sekolah dapat terpenuhi secara merata.