Admin
16 Oktober 2025
KEJAKSAAN NEGERI BLORA
Besaran dana bagi hasil (DBH) migas Blok Cepu bagi Kabupaten Blora sangat minim. Padahal, 37 persen wilayah Blora masuk dalam Wilayah Kerja Pertambangan (WKP) Blok Cepu. Bupati Blora, Arief Rohman mencurahkan isi hatinya terkait kesejahteraan masyarakat Blora. Bupati Arief mengatakan, wilayah Blora yang masuk wilayah Blok Cepu ini, dipersoalan WKP sekitar 37 persen. Sementara, sisanya di Bojonegoro. “Bisa saja kan, yang dibor itu Bojonegoro, sementara minyaknya ada di Blora,” ungkapnya.
Meski demikian, Bupati Arief tidak mempersoalkan masalah itu. Hanya saja, Kabupaten Blora menuntut agar yang tiga persen bagian daerah perbatasan. “Ya harusnya dihitungnya tidak dibagi rata,” jelasnya. Menurutnya, Jombang dan Lamongan yang tidak berbatasan langsung, pembagiannya tak adil dengan Blora. “Kalau tadi Tuban dapat Rp 400 miliar tidak jadi persoalan. Sebab, mendapat 3 pasal di UU HKPD. Yakni, sebagai daerah berbatasan, kabupaten yang satu provinsi dengan daerah penghasil, plus daerah pengolah 1 persen,” jelasnya.
Dia juga mengatakan, dari persoalan itu semua, Blora menuntut agar pembagian yang 3 persen tersebut ditinjau ulang. “Mestinya, taruh hitungan DBH yang berkeadilan itu paling sederhana, dihitung dari panjang batasan wilayah saja,” ujarnya. Sebab, menurutnya, batas wilayah Blora dengan mulut sumur itu paling dekat daripada kabupaten lainnya yang walaupun satu provinsi. “Masa Jombang yang perbatasannya jauh, dapatnya lebih besar dari Blora. Ini dihitung dari perbatasan dengan Bojonegoro. Jadi Bojonegoro itu kan daerah penghasil, yang 3 persen itu pembagiannya dilihat jarak perbatasannya, tandas Bupati Arief. “Termasuk juga Lamongan, gak ikut berjuang dapat DBH duluan,” imbuhnya.
Bupati Arief menandaskan, bahwa Blora ikut berjuang sejak awal saat pembangunan Blok Cepu. Menurutnya, wilayah paling terkena dampak negatif itu Blora. Dia mencontohkan, yang terkena dampak Blora, seperti air Bengawan Solo diambil, daerah-daerah Blora yang ada di wilayah Kedungtuban, sudah mengalami krisis air. “Dan ini salah satu dampak negatif yang ditanggung Blora,” jelasnya. “Mosok yang paling terkena dampaknya Blora, dapetnya DBH lebih sedikit dibanding Jombang, dengan Lamongan, dengan Madiun,” jelasnya.
Lebih lanjut, Bupati Arief menjelaskan, pihaknya sudah menyampaikan lobi pembagian DBH. Namun tetap saja tetap tidak diluluskan. Gak usah menghitung dampak negatif. Kalau menghitung dampak negatifnya apa? Yang merasakannya Blora. Karena Bengawan Solo yang disedot airnya. Terus seluruh kendaraan, saat pembangunan ditempatkan di Cepu semua. Karena namanya juga Blok Cepu,” jelasnya. Bupati Arief menyayangkan, saat bagi-bagi DBH, hanya Blora yang paling kecil. Dia mengakui, saat disampaikan ke Menteri juga sempat ditanyakan dan menyampaikan pembagian DBH saat ini tidak adil.
Bupati Arief juga mengatakan, masih ada beberapa kawasan lain yang selama ini Blora tidak pernah menghitung. Dia mencontohkan seperti Blok Gundhi. Bupati Arief juga mengusulkan, beberapa potensi migas di Blora segera dieksplorasi. Menurutnya, selama ini nama Cepu di Blora hanya nama semata. Sedangkan, pembagiannya belum cukup. “Orang taunya Cepu itu kaya, padahal itu nama saja. Tapi yang dapat paling besar adalah Bojonegoro,” jelasnya. Terlepas dari itu semua, Blora tetap akan berjuang. Pihaknya meminta dukungan dari Bappenas dan pemerintah agar perhitungan DBH tidak hanya dibagi rata saja. Kami itu gak enak. Jadi di daerah yang disampingnya daerah kaya. Rakyat itu gak tahu kalau daerah yang sampingnya orang kaya. Bagaimana tidak, sebagai daerah perbatasan, orang langsung nge-zoom-nya Bojonegoro. APBD Blora, itu dibanding dengan Silpanya Bojonegoro masih kalah,” ungkapnya.