Admin
25 Agustus 2025
KEJAKSAAN NEGERI BLORA
Setelah api yang membakar sumur minyak ilegal di Desa Gandu, Blora, berhasil padam, kini muncul desakan keras agar tragedi yang menewaskan empat warga itu diusut tuntas. Ketua Komisi A DPRD Blora, Supardi, menegaskan bahwa harus ada pihak yang dimintai pertanggungjawaban hukum atas insiden Petugas gabungan membutuhkan waktu tujuh hari untuk memadamkan kebakaran sumur minyak ilegal di Desa Gandu, Kecamatan Bogorejo, Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Kebakaran yang terjadi sejak Minggu, 17 Agustus 2025 akhirnya padam Sabtu (23/8/2025) malam. Perjuangan tujuh hari tujuh malam untuk memadamkan si jago merah, tentu saja mengorbankan banyak tenaga, pikiran, waktu, logistik hingga materi.
Bahkan, akibat kebakaran sumur minyak tersebut, empat warga tewas, satu balita dirawat di rumah sakit dan ratusan warga memilih untuk mengungsi. Keberadaan sumur minyak belum berizin yang berada di tengah-tengah pemukiman padat penduduk dan terletak di lereng perbukitan tersebut tentu menimbulkan problematika. Lalu, siapa kiranya pihak yang bertanggung jawab terkait keberadaan sumur minyak ilegal yang berada di tengah-tengah pemukiman itu? Ketua Komisi A, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Blora, Supardi mengatakan kebakaran sumur minyak yang menewaskan empat warga tersebut harus diusut tuntas. "Tidak mengurangi rasa hormat terhadap siapapun, jadi memang itu kan ilegal, mestinya dengan adanya kejadian seperti itu, saya kira harus ada yang bertanggung jawab, ada korban meninggal," ucap Supardi saat ditemui wartawan di Blora, Sabtu (23/8/2025) malam.
Supardi menjelaskan, Desa Gandu yang merupakan daerah pemilihannya, memang memiliki banyak sumur minyak rakyat yang selama ini pengelolaannya dikelola oleh paguyuban. Menurutnya, para investor yang ingin berinvestasi melakukan pengeboran sumur minyak di desa tersebut harus sepengetahuan paguyuban. "Saya menilai di Dusun Gendono, Desa Gandu itu kan ada paguyubannya, ya itu paguyubannya seperti apa, kemudian pak kadesnya seperti apa, kemudian yang yang melakukan pengeboran sampai flowing dan terbakar ini kan juga juga mestinya dari paguyuban kan pintu keluar masuknya," terang dia. Selanjutnya, sumur minyak yang terbakar tersebut diduga berada di lahan milik mantan kepala desa setempat. "Saya pikir untuk pembelajaran ya penyidik yang komprehensif, harus ada yang bertanggung jawab, harus tuntas. Kalau enggak tuntas itu nanti juga kendala untuk berikutnya. Intinya hukum tetap berjalan, dan harus ada yang bertanggung jawab. Saya pikir APH (aparat penegak hukum) lebih jeli lah dengan hal ini," kata dia.
Selain itu, munculnya Peraturan Menteri ESDM Nomor 14 Tahun 2025 tentang Kerja Sama Pengelolaan Bagian Wilayah Kerja untuk Peningkatan Produksi Minyak dan Gas Bumi, dianggap memicu masyarakat untuk melakukan pengeboran minyak secara ugal-ugalan. Berdasarkan usulan atau hasil inventarisasi oleh Blora Patra Energi (BPE) yang merupakan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Blora, tercatat 245 titik sumur minyak yang berada di Desa Gandu tersebut. Supardi menerangkan pengeboran sumur minyak rakyat di Desa Gandu juga tidak sesuai standar prosedur operasional yang berlaku. "Intinya kejadian itu saya pikir juga kesembronoan. Karena satu di tengah pemukiman, Kedua SOP AMDAL-nya tidak ada, ini flowing lantungnya (minyak mentah) melebar ke mana-mana, pencemaran lingkungan, juga pencemaran udara. Makanya saya juga berharap dengan adanya kejadian sumur yang terbakar kemarin sudah padam tapi tidak mengurangi dari pada gerak langkah APH untuk mengusut tuntas itu," jelas dia.