Admin
07 Juli 2025
KEJAKSAAN NEGERI BLORA
Pabrik pengolahan batu kapur di Kabupaten Blora, milik PT Pentawira Agraha diduga belum mengantongi izin lingkungan dan bangunan gedung. Padahal, investasi telah mencapai lebih dari setengah ratusan miliaran rupiah. Meskipun telah mengantongi PKKPR (Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang) dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), pabrik tersebut masih belum memiliki sejumlah izin penting lainya, termasuk izin lingkungan (UKL UPL atau AMDAL) dan PBG (Persetujuan Bangunan Gedung). Fungsional Penata Perijinan DPMPTSP, Sri Mulyanto, saat dikonfirmasi membenarkan jika status perizinan pabrik pengolahan batu kapur tersebut belum lengkap.
Kepada wartawan, Mulyanto menyatakan, bahwa pabrik tersebut baru mengantongi PKKPR (Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang), namun belum memiliki Persetujuan Lingkungan dan PBG yang merupakan syarat wajib sebelum operasional penuh dapat dijalankan. Selain persetujuan lingkungan, Sertifikat Laik Fungsi (SLF) juga belum terbit. SLF ini merupakan izin yang menyatakan bahwa bangunan gedung telah memenuhi persyaratan kalaikan fungsi, baik segi teknis maupun keselamatan.
“Secara aturan, selama izin belum lengkap, seharusnya pabrik tidak boleh beroperasi penuh," ujar Sri Mulyanto belum lama ini.
Sejauh ini, pihaknya belum mendapatkan informasi lebih banyak terkait perkembangan perizinan pabrik pengolahan batu kapur tersebut. Sebab, dari sistem OSS (Online Single Submission) menjadi penentu kewenangan berdasarkan skala dokumen UKL-UPL, apakah ditangani oleh pusat, provinsi, atau kabupaten. Ketua Komisi C DPRD Kabupaten Blora, Mukhlisin, secara terpisah, mengaku pernah melakukan inspeksi mendadak di pabrik pengolahan batu kapur pada akhir awal Desember 2024 lalu. Saat itu, Mukhlisin mengajak sejumlah Organinasi Perangkat Daerah (OPD) terkait untuk menemui pihak pabrik, usai terjadi banjir setelah hujan lebat. Aliran air tidak lancar, lantaran keberadaan pabrik yang berdiri di lintasan air.
Menurut Mukhlisin, persoalan aliran sungai yang melintasi kawasan pabrik ini diduga menjadi kendala utama terhambatnya izin lainnya. Kondisi ini, lanjut dia, membutuhkan koordinasi dengan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Kementerian PUPR. "Itu sungainya sebenarnya sudah tidak terlihat,” ujarnya. Namun, kata Mukhlisin, pihak pabrik telah mengantisipasi dengan pembuatan saluaran air. "Kami mengusulkan penambahan saluran air. Untuk mengantisipasi jika saluran yang lain megalami sumbatan," ungkap Mukhlisin.
Labih lanjut, Mukhlisin yang juga seorang politisi dari PKB ini menyampaikan, dalam sidak yang dilakukan itu ditemukan, jika pabrik tersebut belum mengantongi izin dasar. Seperti belum adanya AMDAL dan PBG termasuk SLF. Namun, kata dia, pabrik bisa melakukan uji coba. "Seharusnya pabrik tidak boleh berproduksi secara resmi jika izin-izin tersebut belum lengkap," ungkap Mukhlisin. Untuk mendukung investasi, Pemkab Blora dan DPRD Blora berkomitmen untuk membantu mempercepat proses perizinan yang kini menjadi kewenangan pemerintah provinsi dan pusat. Sebab, nilai investasi PT Pentawira yang cukup besar, sehingga tidak menjadi kewenangan daerah. "Investasinya mencapai lebih dari setengah triliun. Bahkan informasi terakhir, investasi mencapai Rp700 miliar," ungkap Mukhlisin.
Di sisi lain, Mukhlisi mengungkapkan, DPRD dan pemerintah daerah mendorong pihak perusahaan agar memprioritaskan tenaga kerja lokal Blora dalam operasional pabrik nanti. Sayangnya, komunikasi dengan manajemen puncak perusahaan, termasuk pemilik pabrik, dinilai masih kurang terbuka. Pemkab Blora mengaku kesulitan mengakses informasi langsung dari manajemen tertinggi terkait status dan progres perizinan. Meski demikian, lanjut dia, keberadaan pabrik ini diharapkan dapat memberikan dampak ekonomi positif bagi masyarakat Blora. "Terutama dalam hal penyerapan tenaga kerja dan pengembangan industri lokal," tambahnya.
Sementara itu, PT Pentawira Agraha Sakti, Rahman, mengklaim, bahwa izin produksi sudah terbit. Namun, pihaknya sedang dalam proses pengurusan di Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi. Sebab, menurut Rahman, hasil penapisan dari Amdalnet mengarahkan ke DLH Provinsi. "Pengurusan ini sudah kami lakukan sejak tahun lalu, sambil menunggu persetujuan Pertek Baku Mutu atau emisi," ungkap Rahman. Sekarang ini, perusahaan tempat dia bekerja, melakukan operasi Pra-produksi. Estimasi pra-produksi ini dutargetkan sampai bulan November 2025. Dirinya masih masih menunggu bagian lain yang masih ditargetkan sampai bulan November 2025. Dirinya masih masih menunggu bagian lain yang masih dalam tahap konstruksi pembangunan dan belum selesai. "Untuk pengurusan dokumen UKL/UPL, kami sudah mengajukannya di DLH Provinsi. Proses evaluasi dari pihak DLH Provinsi sudah berlangsung hampir setahun dan belum selesai,” tambah Rahman.